AEPI – Semangat Ibu Kartini tercermin dalam karya-karya ecoprint yang tertuang dalam buku 103 Karya Kartini Indonesia. Buku yang ditulis oleh Inen Kurnia dan Wirasanti ini diluncurkan di Rumah Celup Indonesia, Kalangan, Sleman, Yogyakarta, Senin (8/11/21).
Peluncuran buku setebal 156 halaman ini ditandai dengan penandatangan oleh Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas dan Gusti Kanjeng Bendoro Raden Ayu Adipati (GKBRAA) Paku Alam X. Buku yang dicetak eksklusif ini berisi karya dari 30 ecoprinter berusia 60 hingga 83 tahun.
GKR Hemas mengatakan saat ini ecoprint berkembang bukan hanya di Yogyakarta, tetapi di telah menyebar di berbagai daerah di Indonesia. “Saya mendukung sepenuhnya karena ini merupakan sebuah inovasi yang istimewa”, kata permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwana X ini.
Dengan pengetahuan, rekayasa, teknologi, ternyata ecoprrint bisa berkembang dengan baik. Siapa pun bisa membuat karya ecoprint. Seperti di buku 103 Karya Kartini Indonesia, para lansia bisa berkarya. “Generasi muda juga bisa mengembangkan produk craft dari ecoprint,” kata GKR Hemas yang saat itu mengenakan kebaya ungu.
Meski demikian, kelestarian batik yang sudah ada secara turun temurun harus tetap dijaga. Namun disisi lain, batik perlu berinovasi mengikuti zaman dan bisa diterima pasar.
Harapannya, melalui buku 103 Karya Kartini Indonesia, masyarakat akan lebih mengetahui dan mengemari teknik pembentukan motif pada kain dan semakin tertarik membuat karya ecoprint.
Sementara, GKBRAA Paku Alam X merasa bangga melihat ibu-ibu masih berkarya. Apalagi kegiatan membuat ecoprint ini bukan sekedar hobi tapi bermanfaat secara ekonomi bagi keluarga. “ini [para ecoprinter] luar biasa sekali. Di masa pandemi, ibu-ibu masih bisa berdaya. Padahal banyak sekali perusahaan-perusahaan ritel besar yang bangkrut, tidak bisa bertahan,” kata Gusti Putri sapaan akrab GKBRAA Paku Alam X.
Gusti Putri juga ingin mengkolaborasikan batik karyanya dengan ecoprint. “Saya membuat batik dan motifnya saya yang bikin. Motif dari naskah-naskah kuno. Tapi nanti saya akan mencoba membuat ecoprint dan menggandengkan dengan batik,” ujarnya.
Gusti Putri memberi tips agar produknya laku jual, antara lain dengan membuat narasi pada setiap produknya. Selain itu; perencanaan juga penting dan proses yang pasti menemui kendala bisa dicarikan solusinya hingga punya nilai jual tinggi.
Ketua Asosiasi Eco-Printer Indonesia (AEPI) Puthut Ardianto memberi apresiasi terhadap karya-karya ecoprint Kartini Indonesia. Di sisi lain, batik sebagai warisan budaya juga perlu dipertahankan. Oleh karena itu mantan Dimas Jogja ini optimis jika karya batik dan ecoprint bisa bergandeng tangan agar bisa menjadi mahakarya.
Puthut mengatakan ecoprint Indonesia telah “naik tahta”. Beberapa waktu lalu, tepatnya pada peringatan Hari Bumi Sedunia, 22 April 2021, ecoprinter Indonesia melalui AEPI berkolaborasi dengan UNESCO untuk memperingati Hari Bumi melalui webinar dan kompetisi Short Silent Movie yang melibatkan negara-negara di bawah UNESCO.
Semangat berkarya bagi anggota AEPI; kata Puthut, harus diimbangi dengan semangat menanam dan melestarikan lingkungan. “AEPI berkomitmen untuk senantiasa mendukung konsep sustainable fashion”, lanjutnya.
Menurut penulis buku 103 Karya Kartini Indonesia, Inen Kurnia, buku ini adalah sebuah inspirasi dan motivasi besar untuk semua perempuan Indonesia, bahwa belajar tidak mengenal usia. Berkreasi bisa dilakukan sepanjang masa.
Sebuah semangat Ibu kartini yang terwujud menjadi nyata pada masa kini. Di masa pandemi kita tetap tidak berdiam diri, terus berkreasi menciptakan seni dengan semangat yang Insya Allah terus menjadi, lanjutnya.
Wirasanti, penulis yang berdampingan dengan Inen, mengatakan, pandemi Covid-19 telah membuat banyak orang menahan diri di segala bidang kehidupan. Dengan tetap berbaik sangka, dibalik itu ternyata banyak sekali yang bisa dilakukan untuk tetap mengembangkan diri dan berkarya.
Penerbitan buku 103 Karya Kartini Indonesia didukung oleh PT Milangkori Persada. “Harapan kami para ecoprinter mendapatkan karya lebih berkualitas, karena menggunakan kain inovasi baru yang seiring dengan semangat environmentally friendly,” kata Fitriani Kuroda, Pimpinan PT Milangkori Persada.
Pada kesempatan itu, GKR Hemas dan GKBRAA Paku Alam X turut menyaksikan peragaan busana hasil karya ecoprinter usia 60-83 tahun oleh para Diajeng Kota Yogyakarta.
(dew)